Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk mengendalikan bahan awal pembuatan produk kesehatan atau yaitu bahan aktif obat (BAO) dan obat-obatan yang dibuat. Berdasarkan Peraturan Kementerian Kesehatan Nomor 4 Tahun 2023 tentang Fraksionasi Plasma, menyebutkan bahwa plasma yang disumbangkan dari donor darah dan plasma dapat digunakan untuk menghasilkan produk obat turunan plasma (Plasma-derived Medicinal Products/ PDMPs) melalui fraksinasi. Namun, hanya plasma dari Unit Donor Darah (UDD) yang telah memiliki sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) atau Pusat Plasma Apheresis yang dapat dianggap sebagai BAO.
Untuk mendukung kemandirian produk darah dalam negeri, Badan POM (dalam hal ini Direktorat Pengawasan Produksi Obat & NPP) turut mengawal jaminan mutu plasma darah yang akan digunakan dalam fraksionasi plasma untuk menghasilkan produk obat turunan plasma (Plasma-derived Medicinal Products/ PDMPs) yang sangat dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan. Plasma darah yang disediakan oleh Unit Penyedia Darah (UPD), baik dari Palang Merah Indonesia ataupun Rumah Sakit, yang memiliki Sertifikat CPOB yang dapat dipasok ke fasilitas plasma fraksionasi. Selain itu, setiap UPD bersertifikat CPOB yang akan menyediakan plasma juga harus memiliki pengetahuan dan mampu mengembangkan Plasma Master File (PMF) secara mandiri. Namun sampai dengan saat ini, seluruh UPD dalam negeri tersebut belum ada yang berpengalaman dalam menyusun PMF.
Melihat situasi tersebut, Direktorat Pengawasan Produksi Obat & NPP bersama dengan World Health Organization (WHO) menyelenggarakan “Workshop on Preparation Plasma Master File di Indonesia” pada tanggal 4 – 6 Maret 2024. Workshop melibatkan para ahli dari National Institute of Food and Drug Safety Evaluation (NIFDS)- Republic of Korea, National Blood Center – Korean Red Cross, dan Fraksionator Plasma di Korea Selatan (GC Biopharma). Keterlibatan tenaga ahli dari institusi Korea Selatan diperlukan mereka telah memiliki pengalaman yang memadai dalam pelaksanaan fraksionasi plasma. Terlebih untuk saat ini Indonesia memiliki kerjasama dengan Korea Selatan untuk Program Contract Plasma Fractionation (CPF).
Kegiatan Workshop on Preparation Plasma Master File di Indonesia secara resmi dibuka oleh Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala BPOM RI, L Rizka Andalusia.
“Sebagai salah satu ketentuan untuk Contract Plasma Fractionation, Setiap UDD bersertifikat CPOB yang akan menyediakan plasma untuk CPF harus mengembangkan Plasma Master File (PMF) yang menyediakan semua informasi rinci yang relevan mengenai karakteristik seluruh plasma manusia yang digunakan sebagai bahan awal dan/atau bahan mentah untuk pembuatan subfraksi/ fraksi perantara, unsur eksipien dan zat aktif yang merupakan bagian dari produk kesehatan atau alat kesehatan yang mengandung turunan stabil dari darah manusia atau plasma manusia.” ujar L. Rizka Andalusia dalam sambutannya
Workshop diikuti secara aktif oleh perwakilan dari 20 Unit Pengelola Darah (UPD) di Indonesia yang telah tersertifikasi CPOB, perwakilan plasma fraksionator dalam negeri yang ditunjuk, dan perwakilan Kementerian Kesehatan (sebagai koordinator Program Fraksionasi Plasma di Indonesia). Dengan adanya kegiatan ini, diharapkan UPD di Indonesia memiliki pengetahuan terkait PMF dan kedepannya mampu mengembangkan PMF secara mandiri.